Dalam kaitannya dg pemahaman ayat ayat quran, pengetahuan akan sebab sebab yg melatar belakangi turunnya wahyu (asbab nuzul) memiliki peranan penting. Beberapa ayat tidak dapat di pahami maksud dan tujuannya tanpa mengetahui asbab nuzul.
( Al itqon fi 'ulumil qur'an juz 1 hlm 29. Manahil al 'urfan fi 'ulumilqur'an juz 1 hlm 76).
Ana pernah mengikuti dialog antar agama yg di adakan di purwo rejo pada tahun 2005 oleh JIL (Jaringan Islam Liberal), orientalis indonesia yg bekerja untuk zionis. Saat itu ana menjadi jubir (juru bicara) yg mewakili umat islam.
Salah seorang pembicara JIL menukil al baqoroh:115, artinya:
"kepunyaan Alloh lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap, maka di situlah wajhulloh(zat Alloh)".
Kemudian orang orientalis itu berkata:
Ayat di atas tidak mewajibkan orang solat menghadap kiblat. Akan tetapi Muhammad lah yg mewajibkannya. Jika Muhammad telah berani menentang Alloh, mengapa kita tak berani menentang Muhammad?
Saat mendapat giliran bicara ana berkata:
Yang mewajibkan solat menghadap kiblat bukanlah baginda Nabi SAW. Melainkan Alloh. Baginda Nabi hanya mengikuti perintah Alloh. 6 bulan setelah beliau hijrah ke madinah, beliau sering menghadapkan wajah beliau ke langit. Beliau berharap agar arah kiblat yang tadinya menghadap baitul maqdis di rubah menjadi menghadap ke ka'bah. Maka turunlah Al baqoroh;144, artinta:" ... palingkanlah wajah mu ke arah baitul harom. Dan di mana pun kamu berada palingkanlah wajahmu ke arahnya".
Adapun Al baqoroh 115, ayat ini membicarakan arah kiblat solat sunah dalam perjalanan.(HR. Muslim hadis ke 33, 34, dan 800. Tirmidzi hadis ke 2958. Nasa'i Juz 1 hlm 244). Atau kiblat solat fardu dalam perjalanan bagi orang yang tidak mengetahui arah kiblat. ( Tirmidzi hadis ke 345. Ibn Majjah hadis ke 1020. daruqutni Juz 1 hlm 272).
Jadi Baginda Nabi telah mengikuti Perintah Alloh. Jika alasan nt tidak mau mengikuti beliau sebab menurut asumsi nt beliau menentang Alloh, apakah setelah ana buktikan bahwa beliau mengikuti perintah Alloh, apakah nt bersedia mengikuti beliau SAW?.
Seperti itulah bahayanya jika seseorang memaksakan kebodohannya untuk menafsiri quran. Bisa bisa solat tidak wajib menghadap kiblat.
Hal serupa juga terjadi dalam syiah. mereka memaksakan kebodohannya untuk menafsiri qur'an. Mereka menggunakan Ali imron 28 sebagai dalil taqiyyah. Kemudian mereka menjadikan taqiyyah sebagai senjata ampuh untuk menghadapi orang islam di luar madzhab syiah.
Ketika di temukan suatu riwayat dari imam mereka yg bertentangan dg keinginan mereka, mk riwayat tersebut di anggap sebagai taqiyyah belaka. Implikasinya adalah pendapat imam mereka harus di sesuaikan dg keinginan mereka. Orang2 syiah ingin melaknat sahabat Nabi, hususnya Abu Bakar Ra dan Umar Ra. Akan tetapi Imam Aly kw sebagai Imam no wahid syiah malah berkata:
"SEBAIK BAIK UMAT SETELAH NABINYA ADALAH ABU BAKAR DAN UMAR". Menurut adzahabi riwayat ini mutawatir dari Aly. Imam Suyuti menyetujui penilaian tersebut. tentu saja riwayat yg mutawatir dari Aly kw tersebut bertentangan dg keinginan syiah. Maka mereka berkomentar:" itu fitnah! itu tidak benar! itu tidak masuk akal! itu riwayat dlo'if ...itu riwayat maudu' dan tetek bengek alasan lainnya.
Sebenarnya komentar seperti itu menunjukan kebodohan syiah akan ilmu usul hadis. Cos, menurut ulama usul , riwayat mutawatir mustahil keluar dari kebohongan.
Atau klo tidak berkomentar seperti itu, orang2 syiah akan berkomentar:
" ucapan Imam Aly itu hanya sekedar taqiyyah belaka. Itu tidak keluar dari hati urani beliau".
Kita bertanya tanya: kalo itu bukan dari hati nurani beliau, lalu apa isi hati nurani beliau?. Apakah sebaliknya?. Jika Iya, lalu siapa yg pernah membelah dada beliau sehingga mampu mengetahui isi hati beliau yg sebenarnya. Jika tidak ada, lalu dari mana syiah tau klo ucapan beliau itu hanya sekedar taqyyah belaka?. Apakah dari menebak nebak?. Jika iya, maka tebakan syiah tidak ada gunanya. Cos, kita sedang membicarakan masalah agama. Kta tidaklah sedang main tebak tebakan.
Al isro';36,artinya:
"dan janganlah kamu mengikuti apa yg kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya".
Mengikuti sesuatu yg kita tidak memiliki pemgetahuan tentangnya, berarti mengikuti perasangka. Yunus 36, artinya:" sesungguhnya perasangka itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran".
Mengenai Ali Imron 28, untuk mengetahui maksud dan tujuannya , mari kita lihat asbab nuzulnya. Ada riwayat sohih dari Ibn Abbas Ra yg menjelaskan asbab nuzul Ali Imron 28 bahwa ayat itu turun berkenaan dg Hajaj bin Amr, Kahmas bin abil haqiq dan qoisn bin zaid. Mereka semua adalah orang yahudi yg sering mendekati orang2 ansor dg tujuan untuk membicarakan maslah agama secara rahasia. Tujuannya agar mereka mampu menfitnah atau mengacaukan pemahaman orang islam terhadap agama. Dengan demikian mereka akan meragukan nubuwah baginda Nabi. Kemudian Rifa'ah bin Mundzir, Abdulloh bin Jubair dan Sa'id bin khoisam berkata kepada orang2 ansor :" Jauhilah orang2 Yahudi itu". Akan tetapi merka menolak. Maka turunlah ali imron 28, artinya:
" Janganlah orang mukmin menjadikan orang2 kafir sebagai wali(teman dekat) dg meninggalkan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya terlepaslah ia dari pertolongan Alloh kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang di takuti oleh mereka".
Sekarang jelaslah titik permasalahannya. Bahwasanya orang2 yahudi selalu melakukan PDKT terhadap orang2 islam untuk membicarakan masalah agama secara rahasia. Dg demikian merka bisa menyebarkan fitnah atau pengkaburan pemahaman agama di kalangan umat islam. Kisah ini telah begitu kondang di bicarakan di dalam sejarah.
Melalui ali imron 28, Alloh melarang orang2 islam untuk menjadikan mereka sebagai teman dekat, kecuali jika hal itu di lakukan karena taqiyyah karena adanya hal2 yg di takutkan. Dapat di simpulkan bahwa di perbolehkan taqiyyah itu harus memenuhi dua sarat, yaitu di lakukan di hadapan orang kafir ketika dalam kondisi lemah. Maka dari itu sebgian ulama ahl sunah memperbolehkan taqiyyah asal di lakukan di hadapan orang kafir.
Asiyah bertaqiyyah di hadapan orang kafir. Amar bin Yasir bertaqiyyah di hadapan orang kafir.
Taqiyyah yg di lakukan di hadapan orang2 yg beriman hanya di lakukan oleh orang2 munafiq. Mereka bertaqiyyah (pura2) beriman, padahal hati mereka kafir, (al baqoroh 14). Mereka mengatakan apa yg tidak ada di dalam hatinya, Ali Imron:167, artinya:
"Mereka mengatakan dg mulutnya apa yg tidak terkandung di dalam hatinya".
Taqiyyah secara etimologis berarti penjagaan. Akan tetapi dalam syiah konsep ini berkembang menjadi suatu paham di mana seseorang di perbolehkan untuk menampakan perbuatan yg secara diameteral bertentangan dg hati nuraninya. Orang2 syiah menggunakan Taqiyyah sebagai senjata ampuh untuk menghadapi orang beriman yg berada di luar madzhab mereka, termasuk ahl sunah wal jamaah.
(Dluha' al islam juz 3 hlm 246. Inilah islam hlm 123).
Orang2 syiah mengajukan dalil an nahl 106 dan ali imron 28. Merka juga mengajukan dua contoh taqiyyah yg di lakukan oleh Asiyah dan amar bin Yasir Ra.
Pertanyaannya:
1). Apakah dua ayat itu menyuruh uat islam bertaqiyyah di hadapan orang islam?.
2). Apakah Amar bin Yasir Ra dan Asiyah bertaqiyyah di hadapan orang beriman?.
No comments:
Post a Comment